Hari ini saya akan menganalisis
bagaimana sepakbola timnas jerman yang lebih dikenal dengan tim panser (mesin
disel) dapat begitu kuat dalam setiap turnamen yang pernah diikutinya. Perlu digarisbawahi bahwa dalam piala dunia,
tim panser ini merupakan konsestan kedua yang sering tampil setelah
Brazil. Hal itu pun dengan kondisi bahwa
pada kurun waktu 1920 – akhir 1940 tercatat negera ini meruapakan salah satu
actor dari terjadinya perang dunia I dan II dengan sekutunya. Sehingga pada Piala Dunia 1930 di Uruguay,
Piala Dunia 1934 di Italia dan Piala Dunia 1938 di Prancis (maaf kalau data ini
saya lupa …), tidak ikut serta karena terkena sanksi dari PBB. Mari kita analisis secara acak momen-momen
keikutsertaan mereka di awal piala dunia yang sebagiknya dapat dijadikan cermin
bagi kemajuan sepakbola kita :
1.
Pada edisi pertama tersebut kondisi timnas bisa
disebut sebagai underdog, betapa tidak dengan kondisi Negara yang hancur dan
kalah perang tentu nasionalisme mereka sedang berada di titik terbawah. Pada saat itu sepekbola dunia sedang tertuju
pada Negara Eropa Timur sebagai kiblat sepakbola dengan Hungaria sebagai
tokohnya dan Amerika Selatan dengan Brazil dan Argentina tentunya. Tapi nasib berkata lain, tim panser yang pada
babak penyisihan hancur oleh tim besar Hungaria dengan skor yang cukup mencolok
yakni 8 – 3, malah balik Juara dengan mengalahkan tim Hungaria pada babak final
dengan skor tipis 3 -2. Dampak
positifnya yaitu kepercayaan diri Negara Jerman sebagai penjahat perang dari
PBB dan hancur leburnya Negara mereka dengan dibagi menjadi Jerman Barat dan
Jerman Timur mulai bangkit kembali dengan menguasai dunia Sepakbola sejagat. Dalam partai final tersebut meskipun dengan
film masih hitam putih, saya dapat melihat bagaimana semangat pantang menyerah,
disiplin, kolektifitas (tidak mengandalkan salah satu pemain), nasionalisme
mereka begitu kuat tertuang dalam sepakbola dengan Fritz Walter sebagai
komandonya. Kondisi tersebut tentu saja
membalikan prediksi semua orang, bahwa Hungaria dapat menang dengan mudah dari
tim Jerman.
2.
Pada edisi selanjutnya yakni pada piala dunia
1966 di Inggris. Pada saat itu sepakbola
Jerman sudah mulai dilirik Dunia setelah menjuarai pada tahun 1954. Pada momon ini Jerman diperkuat beberapa
alumnus dari 1954 yang tentu usianya sudah tidak muda lagi. Tapi ada satu pemain muda yang pada saat
menempati sebagai posisi gelandang, dan dengan pemuda inilah sepakbola Jerman
menjadi salah satu kiblat Dunia. Dia
adalah Franz Beckenbauer yang dengan disipilin menempel bintang Inggris saat
itu Booby Charton agar tidak leluasa berkreasi.
Mungkin saya melihat jika ada pemain Jerman yang paling menonjol samapi
saat ini sudah barang tentu sang Kaisar ini, selebihnya bagus tapi tetap
menampilkan kolektifitas/kerjasama tim, berbeda dengan Negara Argentina dengan
Maradona, Messi, Brazil dengan Pele, Ronaldo, Portugal dengan CR7, Francis
dengan Zidane, Italia dengan Guiseppe Mieza dsb. Memang pada piala dunia ini Jerman kalah
dipartai Final yang sampai saat ini masih terjadi perdebatan, terutama dengan
gol dari pemain Inggris yang di sahkan oleh wasit, padahal belum melewati garis
dalam gawang. Tapi saya tidak
mempersalahkan hal tersebut, toh sudah terjadi.
Tetapi dengan munculnya beberapa pemain muda di tubuh tim Panser dan
dengan kejeniusan sang Kaisar, merupakan peletakan batu pertama karakter Jerman
pada sepakbola.
3.
Piala dunia 1970 Meksiko. Salah satu momen yang saya kenang ialah bukan
pada saat kemenangan pertama di Piala Dunia tim Panser atas timnas Inggris,
tetapi saat semifinal dengan Italia.
Pertandingan semifinal saat itu merupakan semifinal yang paling a lot
dan momen sejarah. Mengapa, karena
bertemunya dua kekuatan sepakbola dunia yakni Italia dan Jerman, para bintang
pada masing-masing kubu, skor yang cukup tipis dengan saling serang dan
berbalik gol 4 -3. Saat itu sang Kaisar
mengalami cedera yang cukup serius pada lengan kanannya. Tetapi mungkin dalam fikirannya “ seandainya
saat meminta pelatih untuk ditarik keluar karena cedera yang saya alami, maka
saya tidak menjadi bagian sejarah dari momen ini, Negara saya sedang butuh saya
dan saya wajib membelanya”. Dengan
lengan yang lilit kait, sang Kaisar memimpin rekan-rekannya menghadapi Italia,
sayang memang Jerman kalah dengan skor tipis 4 – 3 lewat perpanjangan waktu yang
cukup alot dan Italia melaju ke Final menantang Brazil. Tetapi saya catat,
semangat pantag menyerah tim ini perlu di cetak tebal.
4.
Piala Dunia 1974 yang berlangsung dirumah
sendiri merupakan buah kesabaran dari Jerman dalam membangun sepakbola,
terutama sang Kaisar. Pada kesempatan
ini, tim panser begitu apik dengan determinasi tinggi dan ditunjang oleh
pemain-pemain handal dari Kiper, bek, gelandang sampai striker dengan sang
Kaisar sebagai Jenderalnya. Piala dunia
ini pula dunia tertuju pada dua nama besar yakni tentu sang Kaisar dan sang
composer timnas Belanda yakni Johan Cruiff.
Pada partai final yang dilangsungkan distadion olimpiade Munchen, seakan
mempertontonkan siapa terbaik dari kedua pemain ini. Sang composer dengan kepintarannya dalam mengalirkan
serangan-serangan dan sang kaisar dengan kejeniusannya membuat pertahanan yang
sulit ditembus. Dan hasil akhir,
ternyata buah kesabaran sang Kaisar menuai hasil dengan Jerman memenangkan
partai Final itu dengan skor tipis 2 -1.
Tetapi dunia mencatat bahwa Johan Cruiff boleh dikatakan sebagai pemain hebat
yang pernah ada di palanet bumi ini, tapi tetap yang terhebat ialah yang pernah
mengangkat tropi piala dunia dan Beckenbaur pernah mencicipi tropi ini. Analisis saya mengatakan mengapa Maradona lebih
hebat dari Messi, karena bedanya hanya satu, yakni Maradona pernah mengangat piala
dunia sementara Messi belum. Begitupula
dengan Pele legenda Brazil yang pernah mengangkat tropi paling bergengsi ini
dengan torehan 3 x juara dunia sehingga piala dunia edisi ini (Jules Rimet)
milik seutuhnya Brazil.
5.
Piala Dunia 1982 Spanyol. Pada momen ini saya melihat semangat pantang
menyerah timnas ini begitu kental. Meskipun
pada edisi ini muncul nama yang begitu popular apalagi di hati penggemar Inter
Milan, dia adalah Karl – Heinz Rummannige.
Bahkan ada yang berkata bahwa piala dunia Spanyol adalah pertempuran
antara Rummanige – Maradona – Zico – Platini.
Satu momen yang saya analisis ialah pada saat semifinal dikala timnas
ini bertemu tim ayam jantan Francis dengan sang kapten Michel Platini. Permainan kedua tim begitu seimbang dan
Jerman hanya punya kelebihan semangat pantang menyerah dari tim ayam jantan
ini. Tetapi jika dilihat dari skill,
para pemain Francis sedikit diatas tim panser, tetapi Jerman tetap lah Jerman,
meskipun punya pemain bagus tetap kerjasaman tim nomor satu. Saat itu waktu perpanjangan waktu tim panser
tertinggal dari Francis, tetapi begitu Rummanige masuk, cerita berubah dan
Jerman berhasil menyarankan gol untuk menyamakan kedudukan dan memaksa duel
lewat adu pinalti. Saya manganalisis
bahwa Jerman sedikit berada diatas Francis, kenapa?. Karena betapa tidak waktu hampir sedikit lagi
tapi Jerman berhasil menyamakan kedudukan, lalu kondisi fisikologis Jerman yang
mulai naik lagi setelah menyamakan kedudukan sedangkan tim Francis
sebaliknya. Dan terlihat Jerman dapat
memenangkan partai ini dengan begitu dramatis dengan penyelamatan gemilang dari
kiper rock n roll mereka yakni Harland “Tony” Schumacher. Sehingga menantang
Italia di partai Final.
6.
Piala dunia 1986 Mexico. Saya menganalisis hanya pada partai final
ketika tim ini bertemu Argentina dengan mega binangnya Maradona. Pada saat itu pelatih Jerman “sang Kaisar”
memerintahkan anak emasnya “Lothar Mathaeus” untuk tetap menempel dengan ketat
sang mega bintang, maka kemanapun Maradona pasti ada Mathaeus yang
mengawal. Pada saat itu tim Jerman sudah
tertInggal dua gol dari tim Tango, tetapi lewat kerjama dan semangat pantang
menyerah khasnya, Jerman berhasil menyamakan kedudukan lewat gol Rudi Voller
dan Rummanige. Menurut saya sebuah tim
ketinggalan dua gol pada partai puncak sebesar piala dunia tentu memerlukan
pengalaman yang banyak dan terlatih, tim panser merupakan salah satu tim yang
bisa melakukan hal itu. Dan semenjak gol
tersebut kondisi permainan semakin seru.
Kedua tim saling menyerang dan masing-masing kiper juga dibuat repot. Tetapi setelah Mathaeus diganti, Maradona
semakin leluasa mengeluarkan tuahnya, dan hasilnya satu assit saat serangan
balik yang apik, membuat Brucchaga berhasil memasukkan bola melewati kiper
Schumacher dan Argentina juara untuk kedua kalinya.
7.
Piala dunia 1990. Analisis saya bukan tertuju pada partai final
yang banyak pengamat mengatakan sebagai parati final membosankan dan
dimenangkan tim panser dengan skor 1- 0 lewat pinalti Brehme, dan memang saya
lihat Argentina saat itu agaknya hanya mengandalkan Maestro Diego Maradona dan
Goycochea sang kiper untuk meladeni bintang-bintang Jerman dan menginginkan
pertandingan lewat adu pinalti. Tetapi
lebih pada partai semifinal melawan timnas Inggris yang saat itu dipenuhi
bintang-bintangnya seperti Peter Silton, David Platt, John Barnes, si badut
Paul Gascoigne, Chris Wadle dan tentu saja sang striker ramah yang selama
menjadi pemain belum pernah mendapat kartu yakni Gary Lineker. Terlihat pada babak pertama terjadi
pertarungan sengit dengan Jerman lewat bintang yang banyak merumput di liga
Italia yakni trio Inter Milan (Mathaeus, Klinsmann dan Brehme), Juventus
(Moller, Kohler, Reuter) dan AS Roma (Rudi Voeller dan Haessler) bertemu dengan
bintang Inggris. Gol pertama Jerman
muncul karena keberuntungan dari tendangan bebas oleh Brehme dan membuat kiper
Inggris kaget. Tetapi dengan kecerdikan
sang striker Inggris (saya masih menilai striker ini adalah yang terbaik yang
pernah dimiliki Inggris) yakni Liniker berhasil melewati hadangan bek Jerman
sehingga dengan sedikit tipuan berhasil membol gawang Jerman yang dikawal Bodo
Illgner. Pertandangan ini dilanjutkan
dengan drama adu pinalti, dan Jerman dengan mentalnya berhasil mengalahkan the
tree lions dengan begitu dramatis (sejak saat itu timnas Inggris selalu kalah
sampai saat ini jika bertemu Jerman lewat adu pinalti).
8.
Piala dunia 2002 Korea – Jepang. Timnas jerman
datang dengan status compang-camping. Betapa tidak genearasi Klinsmann mulai
ditinggalkan tim panser, dan hanya satu bintang muda saat itu yang ditampilkan
ialah Michael Ballack dan tentu saja Kiper “Gorila” Oliver Kahn. Dengan begitu membosankannya kita disuguhkan
permainan tim panser yang benar-benar “text book” dan susah payah menyudahi
perlawanan lawan-lawannya di babak sebelumnya sampai pada partai puncak melawan
tim “samba” Brazil meskipun kekalahan dari tim samba sudah diperkirakan
sebelumnya oleh semua pengamat. Dalam
kali ini saya menganalisis secara keseluruhan pertandingan tidak dalam satu
pertandingan seperti pada piala dunia sebelumnya. Dengan hanya mengandalkan Ballack di edisi
kali ini, karena satu bintang muda lainnya yang benar-benar diharapkan yakni
Sebastian Deisler tidak dibawa Rudi Voller karena cedera. Tetapi Jerman tetaplah Jerman, dari jaman
kapten Helmut Rahn sampai kapten Philip Lahm tidak mengandalkan seorang
bintang. Permainan kolektifitas/kerjasama
tim adalah nomor satu dan tentunya dengan staying power ala prajurit Nazi. Tetapi saya mencatat ada beberapa momen
dimana tim ini sudah tidak dapat mencetak gol ke gawang lawan, ternyata muncul
pemain-pemain pengganti sebagai pemcah kebuntuan seperti yang dilakukan Oliver
Bierhoff pada Final Piala Eropa 1996.
Saat menit akhir Rudi Voller memasukkan Oliver Neuvile dan hasilnya
nampak nyata, langsung berhasil membantu kemenangan Jerman atas Paraguay.
9.
Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Mohon maaf sebelumnya saya tidak menganlisis
piala dunia 2006 di Jerman karena saya sungguh kagum melihat permainan para
anak muda tim panser yang rata-rata usia mereka 24 tahun secera keseluruhan,
memaikan Permainan sepakbola begitu atraktif.
Hal ini kontras dengan ala “text Book” tim panser sebelumnya. Permainan mereka begitu eksplosif total
football ala tim Belanda dengan bertahan ala Jerman, praktis, dan begitu
mudahnya memasukkan bola ke gawang lawan.
Inggris dan Argentina adalah dua negera besar sebagai kiblat sepakbola
sudah merasakan bagaiman garangnya tim panser kala itu yang di arsiteki Joachim
Loew dihancurkan dengan skor begitu tinggi 4 -1 dan 4 – 0, padahal saat itu
Inggris mempunayi bintangnya Wayne Rooney dan superstar Lionel Messi di kubu
Argentina. Memang sejak babak belur di
piala eropa 2000 dan 2004, tim ini melakukan perobahan total dari mulai
manajemen, petinggi DFB (PSSI –nya Jerman), kepelatihan, regenerasi sampai
keuangan benar-benar direformasi total. Jurgen
Klinsmann sejak ditunjuk pelatih pada piala dunia 2006, mereformasi pasukannya
dan gaya berlatih dan strategi. Kita
tahu di eranya, si “kijang” Klinsmann ini adalah salah satu striker berbahaya
dan sepakbola Jerman lebih maju kedepan dengan mengedepankan permainan
eksplosif/menyerang dan menyerang.
Mungkin pada era itu hanya tim Spanyol yang dapat menghentikan laju tim
panser selama ini, yang memang masa keemasan tim Spanyol sedang dalam kondisi
puncak.
10.
Piala Dunia 2014 Brazil. Saya boleh menyebut piala dunia kali ini
sebagai jejak awal tim Eropa merajai Amerika.
Karena baru Jerman yang menjuarai piala dunia di tanah Amerika yang
sebelumnya pernah dilakukan Brazil saat piala dunia digelar di Swedia 1958. Kutukan yang selama ini melekat pada tim
Eropa, sirna dengan kemenangan Jerman atas Argentina pada partai puncak. Ini adalah buah reformasi yang dibangun
Klinsmann dan Loew secara bersama-sama, buah kesabaran yang selalu gagal pada
partai puncak karena di jegal Italia pada piala dunia 2006, Spanyol piala Eropa
2008, Italia piala Eropa 2012. Dan pada
kali ini pula tim panser mencatatkan beberapa rekor fantastis, yakni Miroslav
Klose menjadi top skor piala dunia sepanjang sejarahdengan 16 gol melampaui
Ronaldo dari Brazil, Berubahnya peran seorang kiper yang hanya menjaga gawang
tetai juga berperan sebagai sweeper yang begitu baik dipernkan oleh Manuel
Neurer, skor 7 -1 pada partai semifinal menjadikan skor tertinggi sepanjang
piala dunia dan mimpi buruk bagi Brazil, reformasi sepakbola dengan bergesernya
formasi satu/dua striker di depan dengan tanpa menggunakan striker atau
istilahnya false number nine, tiki –taka ala tim panser hasil pembinaan dari
Pep Guardiola yang melatih tim Bayern Munchen dan saya melihat mengapa tim
Jerman begitu akurat dalam melepaskan pasing-pasingnya dan fleksibilitas
strategi Loew di setiap laga, yakni bahwa tim panser menggunakan kecanggihan
teknologi. Jadi Jerman telah paham bahwa
skill pemain dilapangan, startegi, semangat juang, disiplin, permainan atraktif
saja tidak cukup saat ini dalam sepek bola untuk memenangkan pertandingan dan
semua itu bisa dibantu dengan teknologi yang dapat mensimulasikan bagaiman
pertandingan dapat berjalan. Kita ambil contoh ketika piala dunia 2006 saat tim
panser jumpa Argentina dalam drama adu pinalti, penjaga gawang jerman saat itu
Jens Lehmann sudah mempelajari karakteristik dari para penendang dari tim
Tango, atau bagaimana Loew memasukkan Mario Gotze untuk menggantikan Klose
sebelum akhirnya di kecil ini menjadi penentu kemenanan Jerman dan jika diliaht
dari pola serangan, jelas itu merupakan pola permainan tanpa striker murni. Hal ini pula sudah diterapkan oleh klub-klub
Bundesliga pada umumnya seperti Borussia Dortmund saat menjadi jawara kedua
pada Liga Champions 2013 sebelum kalah dari Munchen di Final.
Entah apa lagi
pelajaran yang dapat kita ambil dari keberhasilan tim ini di masa nanti, hanya
sejarah saja yang dapat mencatatnya, tetapi dengan keterpurukan timnas kita
(Garuda Jaya) diberbagai ajang yang diikutinya, maka hendaknya mulailah melihat
keberhasilan tim panser ini sebagai contoh, jangan pernah mengandalkan seorang
bintang untuk dapat merubah permainan tim, karena sepakbola permainan tim, reformasi
sepakbola dengan menempatkan orang sepakbola dalam organisasi pusat dan jauh
dari campur tangan politik. Jerman sudah
melakukannya dari mulai Direktur Teknik Matthias Sammer, Manajer Oliver
Bierhoff, pelatih kiper Andrea Koepke, orang dibalik layar DFB ialah sang
Kaisar Beckenbauer dan tentu saja Negara ini paling anti dalam memperkerjakan
“orang lain” sebagai pelatih kepala dari zaman Sepp Herberger sampai Joachim Loew semua putra dari Jerman dan tentu saja para “kritik” dari
maestro-maestro yang pernah bermain di tim panser yang senantiasa memberi
masukan dengan setiap pada tim ini.